Detail

Pentingnya Zat Besi Pada Anak

Bila si kecil sering terlihat lesu, cermati kemungkinan ia mengalami defisiensi zat besi.

Orang tua selalu menginginkan anaknya tumbuh dengan sehat. Itu sebabnya sejak lahir anak selalu dipantau kecukupan gizinya. Mulai dengan pemberian ASI sebagai nutrisi terbaik, serta makanan bergizi sesudahnya. Namun, terkadang ada kebutuhan nutrisi penting yang terlewat pada anak. Salah satunya adalah zat besi, yang apabila terjadi defisiensi dapat menyebabkan anak menderita anemia, umumnya dikenal sebagai anemia defisiensi besi (ADB).

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat bahwa ADB merupakan penyebab anemia terbanyak. Di Indonesia, angka ADB pada anak berkisar 40-50%. Hasil survei kesehatan rumah tangga mencatat kejadian ADB pada kelompok usia balita sebesar 48,1% dan 47,3% pada kelompok usia anak sekolah.

Jangan sepelekan kondisi ADB karena bayi, anak dan remaja dengan ADB berisiko mengalami gangguan perkembangan, kecerdasan, dan perilaku. Bukan hanya itu, defisiensi zat besi juga menyebabkan turunnya sistem kekebalan tubuh sehingga anak rentan terserang infeksi. Jika berlangsung lama, ADB juga menyebabkan penurunan daya konsentrasi yang berujung pada menurunnya prestasi belajar anak.

Mengapa zat besi itu penting?

Zat besi adalah nutrisi yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak Anda. Zat besi membantu transportasi oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh melalui sel darah merah dan membantu otot menyimpan dan menggunakan oksigen. Jika asupan makanan anak Anda kekurangan zat besi, mungkin ia akan mengalami kondisi yang disebut defisiensi zat besi.

Bagaimana tanda-tanda anemia defiensi zat besi?

  • Anak kelihatan lesu, lelah, lemas, gelisah, tidak bergairah untuk bermain.
  • Kulit pucat, akibat berkurangnya sel darah merah.
  • Sulit konsentrasi dalam belajar, gangguan prestasi belajar, pusing/sakit kepala.
  • Nafsu makan turun. Pada kasus yang berat anak gemar memakan makanan yang tak biasa (es batu, tanah, kertas, tembok, dll).
  • Anak lebih sering terserang infeksi, karena kekurangan zat besi membuat imunitas tubuh menurun.

Bila terdapat gejala-gejala tersebut, biasanya dokter akan menyarankan pemeriksaan laboratorium.

Mengapa anak mengalami ADB?

  • Asupan zat besi pada masa kehamilan tidak tercukupi, akibatnya bayi lahir dalam kondisi kekurangan zat besi. Ini merupakan awal yang buruk bagi tumbuh kembang anak.
  • Pola makan yang keliru sehingga anak kekurangan asupan zat besi dari makanan sehari-hari. Orang tua cenderung membiarkan anak bebas memilih makanan yang disukainya, yang ternyata minim kandungan zat besi.
  • Minum susu formula rendah zat besi. Zat besi pada susu formula memiliki bentuk ikatan non-heme sehingga lebih sulit diserap oleh usus.
  • Komposisi makanan kita yang banyak mengandung serat juga dapat menghambat penyerapan zat besi.
  • Bila ADB terjadi di masa remaja, kemungkinan disebabkan adanya proses pertumbuhan yang pesat. Penelitian juga membuktikan bahwa remaja putri yang mengalami menstruasi berlebihan cenderung mengalami anemia, karena banyak kehilangan zat besi saat siklus bulanan tiba.

Selain faktor di atas, ADB juga dapat disebabkan oleh adanya infeksi berulang/kronis dari bakteri, virus ataupun parasit, adanya gangguan penyerapan makanan di usus (malabsorsi), dan penyakit yang menyebabkan perdarahan saluran cerna, misalnya infeksi cacing tambang, divertikulum Meckel, dll.

Agar anak bebas anemia

Jika dipastikan anak menderita ADB, maka perlu ditindak lanjuti dengan:

  • Pemberian suplementasi zat besi, disarankan saat atau setelah makan, selama dua hingga tiga bulan, sampai kadar Hb normal. Dengan pemberian yang teratur, kadar Hb akan meningkat 1g/dl tiap 1-2 minggu. Pilih suplemen mineral Maltofer® Drop, yang di setiap 5 ml mengandung 50 mg zat besi sebagai Kompleks Besi (III)-hidroksi polimaltosa. Selain sebagai pengobatan defisiensi zat besi dan anemia (gejala defisiensi zat besi), Maltofer® juga dapat menjadi terapi pencegahan defisiensi zat besi untuk memenuhi angka kecukupan gizi (AKG).
  • Agar penyerapan zat besi optimal, beri anak vitamin C. Sebaliknya, hindari zat-zat yang dapat menghambat penyerapan zat besi, seperti susu, teh, telur, fitat, dan fosfat yang terdapat dalam tepung gandum.
  • Benahi pola makan. Beri anak makanan yang zat besinya mudah diserap, seperti daging, ikan, ayam, hati dan asam askorbat (makanan yang mengandung vitamin C).
  • Hindari minum susu sapi segar secara berlebihan.


Referensi:



Share Pemenuhan Kebutuhan Zat Besi